Senin, 08 April 2013

Objek Wisata Bali: Desa Trunyan (Bali Aga)

Salam hangat dari Roombucket....

Perjalanan yang cukup melelahkan namun menyenangkan, kami akhirnya sampai juga di Kintamani menikmati keindahan Danau dan Gunung Batur.

Saat itu saya bersama teman-teman dari Jakarta mengunjungi tempat sejuk tersebut. Namun, gak sengaja saya menceritakan tentang sebuah Desa yang terlihat di seberang danau yaitu Desa Trunyan.


Sekilas, saya menceritakan sebuah pohon besar dan mayat dari orang-orang yang meninggal disana hanya diletakkan di bawah pohon tersebut (tanpa dikubur). Begitu yang saya tau. "Serem banget ya" demikian rata-rata komentar teman-teman saya yang kebetulan adalah wanita semua.

Namun, mereka begitu penasaran dan tertarik untuk mengunjungi, melihat, dan merasakan langsung berada di Desa Trunyan tersebut. Akhirnya, setelah puas menikmati pemandangan di sepanjang jalan menikmati kaki Danau Batur, kamipun mencari informasi dengan bertanya dengan penduduk setempat untuk mencapai desa Trunyan.

Agar bisa menginjakkan kaki di desa Trunyan, kita harus melewati laut dengan menggunakan perahu motor dan dikenakan biaya 400rb per perahu. Perahunya bisa mengangkut 7-8 penumpang saja. Desa Trunyan bisa dicapai dengan waktu 20 menit.


Saya pun memastikan kepada seorang teman, dengan meneleponnya dan saya pun mendapatkan informasi bahwa harganya memang standar dengan yang disebutkan di atas. Dan sebuah informasi baru yang saya dapat dari teman saya katanya sudah ada jalur darat yang bisa dilewati untuk mencapai Desa Trunyan. Benarkah???

Sayapun bertanya kepada penduduk sekitar bahwa memang ada, namun jalan yang akan dilewati masih dalam keadaan rusak berat, itupun butuh waktu sekitar 45 menit.

Hmmm.... Akhirnya kami memutuskan untuk mengunjungi Desa Trunyan dilain waktu, lagipula jam sudah menunjukkan pukul 5 sore saat itu.

Dari informasi yang dikumpulkan, dengan senang hati roombucket akan berbagi disini mengenai Desa Trunyan dan mayat yang tak dikubur.

Di Desa Trunyan ini terdapat pohon yang bernama Taru Menyan oleh karena itu desanya dinamakan Trunyan, yakni singkatan daripada nama pohon tersebut.

Taru berarti Pohon, Menyan berarti Harum. Taru Menyan hanya tumbuh didaerah ini.

Trunyan merupakan satu dari tiga Suku Bali asli [Bali Aga], yaitu suku yang ada dibali sebelum Jaman Majapahit dan sebelum gelombang pengungsian warga kerajaan Majapahit terakhir yang menolak menjadi Muslim [hijrah ke Bali]. Dua suku Bali asli lainnya adalah Suku Tenganan di Karang Asem [Smarapura] dan Suku Yeh Tipat di Singaraja. Trunyan termasuk di lingkup Kabupaten Bangli.

 Suku Trunyan, punya tiga cara unik menangani mayat, diupacarai yang setara dengan upacara ngaben di tempat lain:

    Untuk yang meninggal adalah Bayi, maka mayatnya dikubur, lokasinya disebut Sema Muda, kira-kira 200 meter-an ke sebelah kanan lagi namun sebelum desa trunyan dari arah sekarang ini.

    Untuk yang meninggal adalah orang yang kecelakaan, dibunuh atau bukan karena mati normal. Maka mereka anggap itu mempunyai kesalahan besar. Lokasi mereka di kubur [Sema bantas] adalah di perbatasan antara desa Trunyan dan Desa abang. Letaknya Jauh dari tempat kami sekarang.

    Untuk yang mati normal, Mayat mereka diberi kain putih dan hanya diletakan dibawah Taru Menyan. Maksudnya mati normal adalah tidak punya salah/kesalahan sesuatu, diluar kreteria di atas.

Mayat itu diletakan di atas tanah dengan lubang yang sangat dangkal [kira-kira 10 - 20 cm]. Tujuannya supaya tidak bergeser-geser [karena bidang tanah ditempat itu tidaklah dapat disebut datar]. Jumlah maksimum mayat yang diperkenankan ada di bawah pohon taru menyan adalah 11 mayat. Alasannya adalah mayat yang ke 12 dan seterusnya, akan berbau.


Hmmm... penasaran. Pengen datang dan melihat langsung, nanti saja saya ceritakan kembali seusai berkunjung dari Desa Trunyan. Hehe. Trunyan, We will come soon!.

Ada yang mau kesana bareng saya? :P


(berbagai sumber)

3 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Book Now